Kiat - Kiat Agar Tetap Istiqomah
Keutamaan Orang yang Bisa Terus Istiqomah
Yang dimaksud istiqomah adalah menempuh jalan (agama) yang lurus
(benar) dengan tidak berpaling ke kiri maupun ke kanan. Istiqomah ini
mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan (kepada Allah) lahir dan
batin, dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya. Inilah pengertian
istiqomah yang disebutkan oleh Ibnu Rajab Al Hambali. Di antara ayat
yang menyebutkan keutamaan istiqomah adalah firman Allah Ta’ala:
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah”
kemudian mereka istiqomah pada pendirian mereka, maka malaikat akan
turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut
dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan
(memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.” (QS.
Fushilat: 30)
Yang dimaksud dengan istiqomah di sini terdapat tiga pendapat di kalangan ahli tafsir:
1. Istiqomah di atas tauhid, sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Bakr Ash Shidiq dan Mujahid,
2. Istiqomah dalam ketaatan dan menunaikan kewajiban Allah, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Al Hasan dan Qotadah,
3. Istiqomah di atas ikhlas dan dalam beramal hingga maut menjemput, sebagaimana dikatakan oleh Abul ‘Aliyah dan As Sudi.
Dan sebenarnya istiqomah bisa mencakup tiga tafsiran ini karena
semuanya tidak saling bertentangan. Ayat di atas menceritakan bahwa
orang yang istiqomah dan teguh di atas tauhid dan ketaatan, maka
malaikat pun akan memberi kabar gembira padanya ketika maut menjemput
“Janganlah takut dan janganlah bersedih“. Mujahid, ‘Ikrimah, dan Zaid
bin Aslam menafsirkan ayat tersebut: “Janganlah takut pada akhirat yang
akan kalian hadapi dan janganlah bersedih dengan dunia yang kalian
tinggalkan yaitu anak, keluarga, harta dan tanggungan utang. Karena para
malaikat nanti yang akan mengurusnya.” Begitu pula mereka diberi kabar
gembira berupa surga yang dijanjikan. Dia akan mendapat berbagai macam
kebaikan dan terlepas dari berbagai macam kejelekan. Zaid bin Aslam
mengatakan bahwa kabar gembira di sini bukan hanya dikatakan ketika maut
menjemput, namun juga ketika di alam kubur dan ketika hari berbangkit.
Inilah yang menunjukkan keutamaan seseorang yang bisa istiqomah. Al
Hasan Al Bashri ketika membaca ayat di atas, ia pun berdo’a, “Allahumma
anta robbuna, farzuqnal istiqomah (Ya Allah, Engkau adalah Rabb kami.
Berikanlah keistiqomahan pada kami).”
Yang serupa dengan ayat
di atas adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala,: "Sesungguhnya
orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah”, kemudian mereka
tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka
tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka
kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka
kerjakan.” (QS. Al Ahqaf: 13-14)
Dari Abu ‘Amr atau Abu ‘Amrah
Sufyan bin Abdillah, beliau berkata, “Wahai Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, ajarkanlah kepadaku dalam (agama) islam ini ucapan
(yang mencakup semua perkara islam sehingga) aku tidak (perlu lagi)
bertanya tentang hal itu kepada orang lain setelahmu [dalam hadits Abu
Usamah dikatakan, "selain engkau"]. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Katakanlah: “Aku beriman kepada Allah“, kemudian
beristiqamahlah dalam ucapan itu.” Ibnu Rajab mengatakan, “Wasiat Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam ini sudah mencakup wasiat dalam agama ini
seluruhnya.”
Pasti Ada Kekurangan dalam Istiqomah
Ketika kita ingin berjalan di jalan yang lurus dan memenuhi tuntutan
istiqomah, terkadang kita tergelincir dan tidak bisa istiqomah secara
utuh. Lantas apa yang bisa menutupi kekurangan ini? Jawabnnya adalah
pada firman Allah Ta’ala,
“Katakanlah: “Bahwasanya aku hanyalah
seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya Rabbmu
adalah Rabb Yang Maha Esa, maka tetaplah istiqomah pada jalan yan lurus
menuju kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya.” (QS. Fushilat: 6).
Ayat ini memerintahkan untuk istiqomah sekaligus beristigfar (memohon
ampun pada Allah).
Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, “Ayat di
atas “Istiqomahlah dan mintalah ampun kepada-Nya” merupakan isyarat
bahwa seringkali ada kekurangan dalam istiqomah yang diperintahkan. Yang
menutupi kekurangan ini adalah istighfar (memohon ampunan Allah).
Istighfar itu sendiri mengandung taubat dan istiqomah (di jalan yang
lurus).”
Kiat-Kiat Agar Tetap Istiqomah
Ada beberapa sebab utama yang bisa membuat seseorang tetap teguh dalam keimanan.
Pertama: Memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat dengan baik dan benar. Allah Ta’ala berfirman,
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang
teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan
orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS.
Ibrahim: 27)
Mengapa Allah bisa teguhkan orang beriman di dunia
dengan terus beramal sholih dan di akhirat (alam kubur) dengan
dimudahkan menjawab pertanyaan malaikat “Siapa Rabbmu, siapa Nabimu dan
apa agamamu”? Jawabannya adalah karena pemahaman dan pengamalannya yang
baik dan benar terhadap dua kalimat syahadat. Dia tentu memahami makna
dua kalimat syahadat dengan benar. Memenuhi rukun dan syaratnya. Serta
dia pula tidak menerjang larangan Allah berupa menyekutukan-Nya dengan
selain-Nya, yaitu berbuat syirik. Oleh karena itu, kiat pertama ini
menuntunkan seseorang agar bisa beragama dengan baik yaitu mengikuti
jalan hidup salaful ummah yaitu jalan hidup para sahabat yang merupakan
generasi terbaik dari umat ini. Dengan menempuh jalan tersebut, ia akan
sibuk belajar agama untuk memperbaiki aqidahnya, mendalami tauhid dan
juga menguasai kesyirikan yang sangat keras Allah larang sehingga harus
dijauhi. Oleh karena itu, jalan yang ia tempuh adalah jalan Ahlus Sunnah
wal Jama’ah dalam beragama yang merupakan golongan yang selamat yang
akan senantiasa mendapatkan pertolongan Allah.
Kedua: Mengkaji Al Qur’an dengan menghayati dan merenungkannya.
Allah menceritakan bahwa Al Qur’an dapat meneguhkan hati orang-orang
beriman dan Al Qur’an adalah petunjuk kepada jalan yang lurus. Allah
Ta’ala berfirman,
“Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan
Al Qur’an itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati)
orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira
bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.” (QS. An Nahl:
102)
Oleh karena itu, Al Qur’an itu diturunkan secara
beangsur-angsur untuk meneguhkan hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam sebagaimana terdapat dalam ayat, “Berkatalah orang-orang yang
kafir: “Mengapa Al Qur’an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun
saja?”; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami
membacakannya secara tartil (teratur dan benar).” (QS. Al Furqon: 32)
Al Qur’an adalah jalan utama agar seseorang bisa terus kokoh dalam
agamanya. Alasannya, karena Al Qur’an adalah petunjuk dan obat bagi hati
yang sedang ragu.
Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
“Al Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Fushilat: 44).
Oleh karena itu, kita akan saksikan keadaan yang sangat berbeda antara
orang yang gemar mengkaji Al Qur’an dan merenungkannya dengan orang yang
hanya menyibukkan diri dengan perkataan filosof dan manusia lainnya.
Orang yang giat merenungkan Al Qur’an dan memahaminya, tentu akan lebih
kokoh dan teguh dalam agama ini. Inilah kiat yang mesti kita jalani agar
kita bisa terus istiqomah.
Ketiga: Iltizam (konsekuen) dalam menjalankan syari’at Allah
Maksudnya di sini adalah seseorang dituntunkan untuk konsekuen dalam
menjalankan syari’at atau dalam beramal dan tidak putus di tengah jalan.
Karena konsekuen dalam beramal lebih dicintai oleh Allah daripada
amalan yang sesekali saja dilakukan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits
dari ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amalan yang paling dicintai
oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.”
‘Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras
untuk merutinkannya. An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Ketahuilah
bahwa amalan yang sedikit namun konsekuen dilakukan, itu lebih baik dari
amalan yang banyak namun cuma sesekali saja dilakukan. Ingatlah bahwa
amalan sedikit yang rutin dilakukan akan melanggengkan amalan ketaatan,
dzikir, pendekatan diri pada Allah, niat dan keikhlasan dalam beramal,
juga akan membuat amalan tersebut diterima oleh Sang Kholiq Subhanahu wa
Ta’ala. Amalan sedikit namun konsekuen dilakukan akan memberikan
ganjaran yang besar dan berlipat dibandingkan dengan amalan yang sedikit
namun sesekali saja dilakukan.”
Ibnu Rajab Al Hambali
menjelaskan, “Amalan yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah amalan yang konsekuen dilakukan (kontinu). Beliau pun
melarang memutuskan amalan dan meninggalkannya begitu saja. Sebagaimana
beliau pernah melarang melakukan hal ini pada sahabat ‘Abdullah bin
‘Umar.” Yaitu Ibnu ‘Umar dicela karena meninggalkan amalan shalat malam.
Selain amalan yang kontinu dicintai oleh Allah, amalan tersebut juga
dapat mencegah masuknya virus “futur” (jenuh untuk beramal). Jika
seseorang beramal sesekali namun banyak, kadang akan muncul rasa malas
dan jenuh. Sebaliknya jika seseorang beramal sedikit namun ajeg (terus
menerus), maka rasa malas pun akan hilang dan rasa semangat untuk
beramal akan selalu ada. Itulah mengapa kita dianjurkan untuk beramal
yang penting kontinu walaupun jumlahnya sedikit.
Keempat: Membaca kisah-kisah orang sholih sehingga bisa dijadikan uswah (teladan) dalam istiqomah.
Dalam Al Qur’an banyak diceritakan kisah-kisah para nabi, rasul, dan
orang-orang yang beriman yang terdahulu. Kisah-kisah ini Allah jadikan
untuk meneguhkan hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan
mengambil teladan dari kisah-kisah tersebut ketika menghadapi permusuhan
orang-orang kafir. Allah Ta’ala berfirman,
“Dan semua kisah
dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang
dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang
kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang
beriman.” (QS. Hud: 11) Oleh karena itu, para salaf sangat senang
sekali mempelajari kisah-kisah orang sholih agar bisa diambil teladan.
Itulah pentingnya merenungkan kisah-kisah orang sholih. Hati pun tidak
pernah kesepian dan gundah gulana, serta hati akan terus kokoh.
Kelima: Memperbanyak do’a pada Allah agar diberi keistiqomahan.
Di antara sifat orang beriman adalah selalu memohon dan berdo’a kepada
Allah agar diberi keteguhan di atas kebenaran. Dalam Al Qur’an Allah
Ta’ala memuji orang-orang yang beriman yang selalu berdo’a kepada-Nya
untuk meminta keteguhan iman ketika menghadapi ujian. Allah Ta’ala
berfirman, “Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka
sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi
lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu
dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang
sabar. Tidak ada do’a mereka selain ucapan: ‘Ya Rabb kami, ampunilah
dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam
urusan kami dan teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap
kaum yang kafir‘. Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di
dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang
yang berbuat kebaikan” (QS. Ali ‘Imran: 146-148).
Dalam ayat
lain Allah Ta’ala berfirman, “Ya Rabb kami, limpahkanlah kesabaran atas
diri kami, dan teguhkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap
orang-orang kafir.” (QS. Al Baqarah: 250)
Do’a lain agar
mendapatkan keteguhan dan ketegaran di atas jalan yang lurus adalah, "Ya
Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan
sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami
rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi
(karunia).” (QS. Ali Imron: 8)
Do’a yang paling sering Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam panjatkan adalah,“Ya muqollibal qulub
tsabbit qolbi ‘alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati,
teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).”
Keenam: Bergaul dengan orang-orang sholih.
Allah menyatakan dalam Al Qur’an bahwa salah satu sebab utama yang
membantu menguatkan iman para shahabat Nabi adalah keberadaan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah-tengah mereka. Allah Ta’ala
berfirman, “Bagaimana mungkin (tidak mungkin) kalian menjadi kafir,
sedangkan ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rasul-Nyapun
berada ditengah-tengah kalian? Dan barangsiapa yang berpegang teguh
kepada (agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada
jalan yang lurus.” (QS. Ali ‘Imran: 101)
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan
orang yang dapat memberikan kebaikan dan sering menasehati kita.
“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang
jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai
besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa
membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai
besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar,
minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.”
Kalau dalam
masalah persahabatan yang tidak bertemu setiap saat, kita dituntunkan
untuk mencari teman yang baik, apalagi dengan mencari pendamping hidup
yaitu suami atau istri. Pasangan suami istri tentu saja akan menjalani
hubungan bukan hanya sesaat. Bahkan suami atau istri akan menjadi teman
ketika tidur. Sudah sepantasnya, kita berusaha mencari pasangan yang
sholih atau sholihah. Kiat ini juga akan membuat kita semakin teguh
dalam menjalani agama.
Demikian beberapa kiat mengenai
istiqomah. Semoga Allah senantiasa meneguhkan kita di atas ajaran agama
yang hanif (lurus) ini. Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati,
teguhkanlah hati kami di atas agama-Mu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar